Subscribe to Zinmag Tribune
Subscribe to Zinmag Tribune
Subscribe to Zinmag Tribune by mail

Lebaran dan Interaksi Sosial

11:09 PM Posted by Andy Hariyono
Lebaran yang dinantikan kini telah tiba, di hari tersebut semua umat Islam bergegas menuju tanah lapang ataupun masjid-masjid untuk melaksanakan shalat idul fitri. Tidak peduli mereka laki-laki atau perempuan, baik yang haidh ataupun tidak, pada hari itu semuanya disunnahkan untuk berbondong-bondong keluar rumah seraya bertakbir memuji kebesaran-Nya. Dari sini tampak sekali, betapa cerdasnya Allah Swt dalam mengeksplorasi kemenangan umat Islam purna Ramadhan.

Sekolah Ramadhan selama sebulan penuh telah berlalu. Kita sebagai umat Islam tentunya memiliki target yang tidak keluar dari target umum, yakni ketakwaan (Lihat: Al-Baqarah :183). Di hari nan fitri inilah output alumni Ramadhan kembali teruji, baik dengan maaf – bermaafan antar sesama manusia atau sarana-sarana yang lainnya.

Idul Fitri sebagai hari raya umat Islam haruslah menjadi awal yang menggembirakan, karena di hari ini jutaan muslim saling bersaut takbir memuji kebesaran-Nya. Dan umat Islam Indonesia biasanya menjadikan hari raya tersebut sebagai ajang silatrrahim keluarga, saling memaafkan dan akhirnya tercipta interaksi sosial. Dengan demikian, lebaran kali ini dapat kita jadikan sebagai refleksi puasa Ramadhan.

Nilai-nilai positif selama Ramadhan seharusnya tidak hilang dengan berlalunya bulan tersebut, bahkan hal itu perlu dipertahankan. Lebaran sebagai interaksi sosial yang pertama kali pasca Ramadhan dapat menilai bagaimana interaksi sosial kita, sebelum dan sesudah Ramadhan. Dengan baiknya iteraksi sosial maka akan tercipta masyarakat yang beraktivitas positif menuju dinamika yang sehat, sedang rusaknya iteraksi sosial akan berdampak sebaliknya. Ingat, perubahan atsmosfer bersosial yang positif tidak akan terjadi tanpa kita menyadari akan pentingnya interkasi sosial yang sehat.
Hal ini karena interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, maka dari itu tidak mungkin ada kehidupan bersama tanpa adanya interaksi sosial tersebut. Bertemunya orang-perorangan secara badaniyah tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam kelompok sosial, karena pergaulan hidup hanya akan tercipta apabila kelompok tersebut mengadakan kerjasama, berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dari sini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa interaksi sosial merupakan dasar adanya proses sosial.

Agar tercipta aktivitas-aktivitas sosial maka langkah awal yang harus ditempuh adalah terciptanya interaksi sosial, Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Suatu Pengantar mengutip pernyataan Gilin dan Gilin, Cultural Sociology bahwa “ interaksi sosial merupakan hubungan – hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia”. Apabila terjadi pertemuan antara dua orang maka interaksi sosial sudah dimulai pada saaat itu, mereka saling menegur, berjabat tangan, berbicara atau bahkan bertikai.

Interaksi sosial tidak mungkin terjadi tanpa adanya kontak sosial (social-contact) dan komunikasi. Kontak sosial yang secara sederhana berarti hubungan antara sesama manusia dengan saling menyentuh (berjabat tangan), walau dewasa ini arti (saling menyentuh) sudah tidak diperlukan lagi karena adanya teknologi seperti telepon, internet dan lain sebagainya. Sedang komunikasi adalah sesorang memberikan tafsiran pada prilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut dan orang yang bersangkutan kemudian meberikan reaksi balik.(Soerjono Soekanto : 1982). Misalnya ketika ada seorang gadis menerima seikat bunga, maka komunikasi tidak akan terjadi selama gadis tersebut belum mengetahui arti dari pemberian tersebut, baik dari siapa yang memberikan, apa yang menyebabkan ia mengirimkannya, apakah bunga-bunga tersebut dikrimkan untuk mendamaikan perselisihan atau ungkapan rasa sayang dan seterusnya.

Interaksi sosial boleh saja terjadi dimanapun dan kapan pun. Akan tetapi nilai-nilai negatif dari interaksi tersebut tentunya haruslah dihindari, seperti pertikaian, pergaulan bebas antara lawan jenis dan lain sebagainya. Sebaliknya nilai-nilai positif dari adanya interaksi sosial perlu dibudidayakan, seperti silaturrahim dan bekerjasama dalam kebaikan.

Sebagaimana momen silaturahim setelah shalat Idul fitri, bagi masyarakat Indonesia hal tersebut merupakan salah satu momentum interaksi sosial umat Islam sebagai aplikasi dari firman-Nya yang termaktub dalam Al-Quran, “mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia” (Ali Imran [3] : 112).

Dari ayat di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Allah Swt sangat memperhatikan hubungan vertikal dan horizontal bagi hamba-hamba-Nya. Dan juga jikalau hamba-hamba tersebut menjalankan hak dan kewajiban mereka terhadap keduannya (Rab dan Manusia) maka, yakinlah interaksi sosial yang sehat akan tercipta.

Sebagai contoh mungkin kita pernah mendengar kisah Qorun pengikut Nabi Musa as, yang mana ia tidak menjalankan hak dan kewajibannya -sebagai sosok orang yang kaya raya- baik terhadap Allah maupun sesama, sehingga terjadi kesenjangan sosial diantara Qorun dan pengikut Nabi Musa as yang lain, pada akhirnya, Allah pun menenggelamkan Qorun beserta harta benda yang ia miliki. Lain Qorun lain pula Kaum Luth, yang mana interaksi diantara mereka berimplikasi pada pemutusan keturunan, karena prilaku homo seksual yang mereka budidayakan. Melihat interkasi negatif itu Allah pun menurunkan adzab sehingga mereka musnah.

Di sisi lain mari kita menoleh sejenak kepada Umar bin Abdul Aziz, seorang penguasa orde Umaiyah. Dapat kita bayangkan, bagaimana Umar menjalankan hak dan kewajibannya sebagai penguasa kala itu. Sosok penguasa Bani Umaiyah ini tidak pernah sekalipun membanggakan harta benda dan kekuasaan yang dimilikinya, bahkan orang-orang miskin di zamannya benar-benar terjaga dari kelaparan sehingga uang zakat baitul mal menyisakan saldo yang luar biasa karena kehabisan konsumen, dan Ia pun mengalihkan uang zakat tersebut kepada dua golongan, yaitu para pemuda yang ingin menikah tetapi tidak mampu memberikan mahar, dan kedua kepada mereka yang tidak mampu melunasi hutangnya.

Akhirnya, mari di lebaran kali ini kita bangun bersama interaksi sosial yang sehat dengan memenuhi hak dan kewajiban kita kepada Allah Swt dan sesama manusia. Sebagai langkah awal, mari di sillaturrahim kali ini kita saling bermaaf-maafan. Selamat Hari Raya Idul Fitri, dan Selamat saling memaafkan.

You can leave a response, or trackback from your own site.

0 Response to "Lebaran dan Interaksi Sosial"

Post a Comment

Al Azhar University

Blog Archive